Kolom Hafid Abbas
Meski telah melintasi rentang waktu lebih setahun, sejak Oktober 2023, kasus pelaksanaan ferienjob di Jerman telah muncul ke publik dan hingga kini kasusnya belum selesai, meski terus menerus mendapat perhatian publik. Segala permasalahan dari 39 perguruan tinggi yang melibatkan 1047 mahasiswa (TEMPO 28/03/2024) telah diliput oleh media dalam dan luar negeri secara amat masif.
Dirjen Dikti, Abdul Haris menyatakan akan memberi memberi sanksi kepada 33 perguruan tinggi yang mengikuti program Ferienjob di Jerman karena kegiatan itu merupakan program kerja bagi mahasiswa pada masa liburan semester, bukan pada masa perkuliahan. Ferienjob tidak pernah bermitra dengan Kemendikbudristek karena merupakan program magang ketenagakerjaan (non-akademik) dan bukan program magang akademik dan tidak pernah menjadi bagian dari program Merdeka Belajar
Kampus Merdeka (Tempo.com, 27/03/2024).
Kasus permasalahan fereinjob ini muncul setelah terdapat pengaduan yang disampaikan oleh empat mahasiswa di KBRI Berlin dan di Kepolisian dari satu di antara 39 perguruan tinggi yang mengikuti program Ferienjob. Selanjutnya, setelah menerima pengaduan dari 92 orang mahasiswa korban program ferienjob di Jerman yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di tanah air, Komnas
HAM pada 25 Maret 2024, melalui pernyataan persnya, mengemukakan bahwa:Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum (APH) dapat menindak tegas PT SHB dan seluruh pihak yang terlibat dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
berkedok magang terhadap 1.047 mahasiswa ke Jerman. Selain itu, jaminan hak atas keadilan bagi korban menjadi dasar pertimbangan APH dalam penanganan kasus ini.
Komnas HAM juga meminta LPSK, Pemerintah Daerah, dan pihak kampus untuk memberikan pendampingan terhadap korban. Desakan ini adalah respons Komnas HAM terhadap pengaduan dan berita viral terkait
TPPO terhadap 1.047 mahasiswa dengan modus magang ke Jerman yang dipekerjakan tidak sesuai dengan jurusan dan dieksploitasi. Komnas HAM menempatkan isu TPPO ini
menjadi salah satu prioritas lembaga.
Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan sebagai berikut: Mendorong proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan mengungkap pihak-pihak yang terlibat, baik secara individu maupun kelembagaan, terutama dari perguruan tinggi; Mendorong Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengevaluasi
program kampus dan dugaan keterlibatan 33 perguruan tinggi, termasuk pertimbangan untuk mencabut jabatan akademik yang diemban bila terbukti terlibat; Mendorong Satgas TPPO Pusat untuk memperkuat pencegahan dan menginternalisasi pencegahan
TPPO dalam kurikulum lembaga pendidikan; Mendorong Pemerintah untuk memastikan pemulihan terhadap korban; dan Komnas HAM akan melakukan pemantauan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap atas kasus ini sebagaimana kewenangan yang dimiliki Komnas HAM.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin bahkan mengutuk perguruan tinggi yang ikut melaksanakan Ferienjob yang dinilai amat memalukan (wapres.go.id, 02/04/2024). Demikian pula Komisi III dan Komisi X DPR RI, KBRI Jerman, Kemlu dan sejumlah kementerian dan lembaga terkait mendukung kerja keras Bareskrim Polri yang telah melakukan penyelidikan dan penyidikan secara profesional dan proporsional dengan kesimpulan:
“Bareskrim Polri telah menetapkan 5 orang tersangka yang disinyalir sebagai
agen/oknum yang memberangkatkan mahasiswa untuk mengikuti program ferienjob tersebut. Bareskrim Polri telah memeriksa 2 oknum dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta, 1 oknum dari salah satu perguruan tinggi di Jambi dan 2 orang agen yang menangani program Ferienjob di Jerman.”
Bareskrim Polri telah menetapkan para tersangka dengan dugaan TPPO karena telah memenuhi unsur proses, cara, dan tujuan sebagai berikut: Proses perekrutan melalui cara-cara yang tidak benar, seperti dengan memberikan informasi tidak benar dan pemalsuan dokumen; Para pelaku mendapat keuntungan dari proses perekrutan program Ferienjob; dan Mahasiswa mengalami kerugian, karena melakukan pinjaman dana talangan guna mengikuti program Ferienjob.
Selain Bareskrim Polri yang telah menetapkan para tersangka dengan dugaan kejahatan TPPO, Perguruan Tinggi yang telah terbukti mengirimkan mahasiswanya sebagai kuli ke
Jerman melalui Ferienjob dengan motif untuk memperoleh keuntungan bagi institusinya sungguh patut diduga telah melakukan salah satu pelanggaran HAM seperti yang dirumuskan dalam Undang-undang Pengadilan HAM Nomor 26 Tahun 2000.
Setelah melalui proses panjang penanganan kasus ferienjob ini oleh berbagai pihak terkait, publik mulai bertanya-tanya ke mana akhir dari penanganan kasus ini yang telah
menelan begitu banyak korban dan 92 di antaranya telah diterima pengaduannya di Komnas HAM, bahkan telah mendapat perhatian masyarakat internasional karena jenis kejahatannya lintas negara (transnational organized crimes) dan berdimensi HAM.
Sebagai refleksi komparatif untuk melihat wajah penegakan hukum di Indonesia, berikut ini adalah satu pengalaman berharga (best practices) di Norwegia yang kelihatannya dapat dipetik dalam penanganan kasus ferienjob.
“Di Oslo, Norwegia, pada 23 Juli 2011, Anders Behring Breivik, usia 32 tahun telah melakukan aksi terorisme dan pemboman gedung di pusat Pemerintahan di Oslo yang menewaskan 8 orang, dan kemudian pelaku melarikan diri ke Pulau Utoya, sekitar 30 km dari Oslo dan kemudian berhasil lagi melakukan pembunuhan massal yang telah menewaskan lebih 90 orang, umumnya anak usia belasan tahun yang tengah berkemah di pulau itu.
Tragedi berdarah ini dinilai oleh Pemerintah Norwegia sebagai kejahatan kemanusiaan terburuk di Norwegia sejak Perang Dunia Kedua. Anders Behring Breivik, dijerat dengan undang-undang anti terorisme, untuk mendapatkan hukuman terberat menurut undang-undang Norwegia.
Meski demikian, esensi penghormatan HAM terhadap Anders sebagai manusia,
ternyata Polisi dan seluruh aparat penegak hukumnya hanya memerlukan waktu kurang dari delapan minggu untuk menuntaskan penyelidikan, penangkapan,penyidikan, persidangan hingga eksekusi hukuman dengan prose yang begitu transparan, independen dan akuntabel.”
Kasus ferienjob yang sudah berlangsung lebih setahun, namun hingga kini belum ada tanda-tanda proses hukumnya akan berakhir.
Penekanan Presiden Prabowo
Menarik direnungkan dan dijunjung tinggi pelaksanaannya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pesan dan perintah ini ke polisi saat menghadiri apel Kasatwil di Semarang, pada Rabu, 12 Desember 2024, mengingatkan kepada jajaran kepolisian untuk selalu berpihak dan membela kepentingan rakyat. “Saya minta saudara-saudara, saya mengimbau, bukan atas nama Prabowo, tetapi atas nama rakyat Indonesia. Atas nama orang tuamu. Atas nama anak-anakmu, kepolisian berpihaklah, dan selalu membela kepentingan rakyat Indonesia.”
Atas pesan Presiden itu, teringat ketika sebagai Ketua Komnas HAM RI, saya bersama Capres Prabowo Subianto di kediamannya pada Juli 2014, yang berikhtiar jika kelak ia terpilih sebagai Presiden RI akan memberi perhatian istimewa dalam pembinaan
kesejahteraan dan profesionalisme aparat penegak hukum seperti halnya aparat penegak hukum di Inggeris dan AS.
Dengan pesan itu, kelihatannya Presiden Prabowo akan memenuhi janjinya. Lewat pesan Presiden itu, tentu kini, para aparat penegak hukum, tanpa pernah lagi ragu, dapat segera menuntaskan proses penanganan kasus hukum yang telah menjerat pimpinan perguruan tinggi atau siapa pun yang telah ditetapkan sebagai tersangka melalui undang-undang TPPO karena telah terbukti terlibat bersama mafia diluar negeri, menandatangani MoU
untuk mengirim begitu banyak mahasiswanya ke Jerman sebagai pekerja kasar lewat ferienjob sehingga berjatuhanlah korban di pihak mahasiswa.
Semoga 92 orang mahasiswa sebagai korban yang telah mengadukan kasusnya ke Komnas HAM dapat kelak memperoleh keadilan.
Akhirnya, menarik direnungkan tuturan William Scott Downey, seorang ilmuwan dan pengamat peradilan AS di abad ke-20, “Law without justice is a wound without a cure” Hukum tanpa keadilan bagai luka yang tidak akan pernah sembuh.
Penulis, Komisioner dan Ketua Komnas HAM RI ke-8 (2012-2017)