PINISI.co.id- Seorang Muballigh atau di Amerika, lebih akrab dipanggil Imam, Dr. Muthahhir Arif, Lc., M.Pd., jebolan doktor di bidang Kajian Islam di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, awal Desember ini, tak menyangka sudah hampir lima tahun mengabdikan hidupnya sebagai muballigh di kota New York, pernah menjadi Imam di Istiqlal Houston Texas, Masjid Omar Haikal Las Vegas, dan saat ini membina Pesantren Nur Inka Nusantara Madani, yang dirintis Imam Shamsi Ali, di Hartford, Connecticut.
Muthahhir mengaku senang dan bahagia ketika pertama kali menginjakkan kakinya di bandara dan melihat gedung-gedung super blok yang menjulang tinggi ke angkasa di kota New York, “saya senang, menyaksikan langsung apa yang selama ini saya bayangkan,” katanya.
Ketika ditanya, apa hambatan Ustadz Muthahhir dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu, shalat Jumat, puasa, dan lebaran di Amerika? “Hampir tidak ada hambatan karena saya selalu ditakdirkan tinggal di dekat masjid, bahkan dalam beberapa waktu saya ditugaskan sebagai Imam shalat dan tinggal di apartement masjid. Saya juga sering diminta menyampaikan ceramah dan khutbah Jumat di masjid, cuma puasa yang lebih panjang waktunya dibandingkan waktu biasanya di tanah air, Indonesia, yakni 17 jam,” kata Muthahhir.
Bagaimana sikap Anda melihat budaya orang Amerika yang dinilai sebagai manusia pintar, modern, rajin bekerja, menghargai waktu, sibuk urusan pribadi, banyak kebebasan, dll? Muthahhir menjawab, “saya kagum, terinspirasi, dan mengambil banyak pelajaran.”
Tulisan ini melengkapi tulisan saya sebelumnya, Sitti Hajar, 22 tahun di Amerika. Tulisan akan dijadikan hipotesis awal dalam proposal studi saya, “Umat Muslim-Indonesia di Amerika: Pertemuan Dua Budaya dan Dua Agama.”
(M. Saleh Mude)