Kolom Zaenal Abidin
Selama ini kita sudah sering mendialogkan demokrasi dan demokratisasi dalam tataran politik. Namun, bila kita membatasi pengertian demokrasi hanya pada konteks politik, yang berarti menyederhanakan makna kehidupan manusia hanya dalam aspek tersebut. Memahami kehidupan manusia dengan cara meninjau dari aspek politik tentu sangat tidak realistis.
Dalam kehidupannya, seorang manusia tidak hanya berhubungan dengan masalah politik saja, tapi juga masalah-masalah lain. Jika dikuantifikasikan, kegiatan-kegiatan manusia dalam politik mungkin menempati porsi yang paling sedikit dibanding dengan yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Bahkan seorang politisi sekalipun tidak akan menghabiskan waktunya hanya untuk kegiatan-kegiatan politik semata. Menurut Walzer, manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial sebelum menjadi makhluk politik dan ekonomi.
Secara harfiah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demokratia. Dari asal kata demos yang berarti rakyat dan kratia yang berarti pemerintahan. Dengan demikian demokrasi berati pemerintahan rakyat, atau seperti yang dikatakan Abraham Lincoln, government of the people, by the people, for the people. Dalam sistem ini pemegang kekuasaan haruslah bertanggung jawab pada rakyat dan memerintah atas nama rakyat pula. Kekuasaan pun diperoleh melalui kompetisi atau sistem pemilihan yang bebas dan terbuka. Karena itu, setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kekuasaan secara demokratis.
Tuntutan penerapan demokrasi di luar konteks politik, dalam hal ini konteks kehidupan sosial semakin hari semakin mengemuka. Hal ini tampak dalam isu-isu mengenai persamaan sosial, misalnya yang menyangkut jenis kelamin, ras, dan kesempatan. Selain itu, isu-isu yang berkaitan dengan pelayanan publik seperti hak atas pelayanan kesehatan, hak pasien, hak–hak konsumen, serta aspek-aspek partisipasi dalam pembuatan keputusan sosial lain, yang tidak lepas dari tuntutan demokratisasi. Demokratisasi merupakan suatu “etika baru” yang muncul beriringan dengan penghargaan terhadap hak asasi manusia yang menjadi acuan semua bangsa di dunia.
Pelayanan Kesehatan sebagai Pelayan Publik
Pelayanan kesehatan di Indonesia tidak dapat menghindar dari perubahan yang bersifat global sebagaimana disebutkan di atas. Tuntutan penegakan demokrasi dan hak asasi manusia, merupakan arus yang sangat kuat. Hal ini sangat terasa dalam penanganan Covid-19 satu tahun terakhir ini. Virus yang berasal dari Wuhan China ini telah menjadi pandemi yang meresahkan seluruh negara bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia. Pandemi ini pun telah menyebabkan masalah besar umat manusia, sakit, kematian, penutupan tempat kerja, PHK, pengangguran, dan krisis ekonomi. Pandemi telah menimbulkan satu negara dengan negara lain saling terhubung dan saling membutuhkan.
Dalam situsai semacam itu, pemerintah harus sadar betul bahwa tidak mungkin ia menyelesaikan masalah yang sangat kompleks ini, sendirian. Pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan publik, menjadi ranah dimana negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemrintah dan menumbuhkan parisipasi publik. Karena itu, pelayanan publik di bidang kesehatan harus mau membuka diri, berdialog dengan berbagai kelompok masyarakat, baik kelompok profesional (organisasi profesi kesehatan), pelaku bisnis, NGO, maupun masyarakat sipil secara luas.
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah harus mampu mendorong masyarakat untuk mempertahankan eksistensinya. Memacu masyarakat untuk mengembangkan sistem kehidupan nasionalnya melalui sistem pemerintahan yang baik (good governance) dan demokratis. Prinsip-prinsip demokrasi melekat pada good governance yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan sekehendak penguasa semata.
Dari pihak masyarakat sendiri mereka perlu menunjukan semangat untuk hidup sehat. Mereka harus menghilangkan rasa takutnya untuk menyampaikan kritik, saran atau pendapat atas sesuatu yang dirasakan baik bagi kesehatan diri dan bagi bangsanya, sekalipun boleh jadi pendapat itu berbeda dengan kebijakan pemerintah. Hal yang sama, kebebasan untuk memasuki suatu perkumpulan atau berserikat di bidang kesehatan sesuai dengan kebutuhan hati nurani masyarakat perlu difasilitasi.
Dalam proses demokrasi, good governance mengilhami terwujudnya pemerintahan yang memberikan ruang partisipasi yang luas bagi aktor dan lembaga di luar pemerintah sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antara negara, masyarakat sipil, kelompok profesional dan swasta. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar unsur dalam pelayanan kesehatan bukan hanya memungkinkan terjadinya check and balance tetapi juga menghasilkan sinergi yang baik dalam mewujudkan keadaan sehat secara bersama.
Pelayanan Kesehatan yang Baik
Pelayanan Kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Blum, 1976). Pelayanan kesehatan merupakan satu kesatuan yang utuh dan terpadu serta saling mempengaruhi dari struktur dan fungsi pelbagai pelayanan kesehatan yang terdapat di suatu negara. Sementara menurut Levey dan Loomba, 1973, pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat.
Pelayanan Kesehatan dibedakan atas dua macam:
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (upaya kesehatan masyarakat), adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dan sasaran utamanya adalah kelompok dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan (pelayanan kedokteran, pelayanan medis), adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasaran utamanya adalah perorangan dan keluarga (Hodgetts & Cascio,1983 )
Kedua bentuk dan jenis pelayanan kesehatan di atas mempunyai beberapa perbedaan pokok pelayanan (Leavel dan Clark, 1953). Untuk dapat disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya mempunyai beberapa persamaan yang amat penting, yaitu menyangkut mutu pelayanan. Yang dimaksud dengan mutu pelayanan adalah yang menunjuk kepada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pengguna layanan. Makin sempurna pemenuhan kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Ciri-ciri pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang dapat diterima (acceptable), dicapai (accessible), menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan (continues), serta bermutu (quality). Karena pelayanan kesehatan yang baik tersebut membutuhkan biaya mahal maka dan karena itu tidak mungkin dijangkau secara finansial (afforadable) oleh seluruh lapisan masyarakat maka diperlukan adanya pelayanan terstruktur yang hendak memadukan memadukan kelima ciri tersebut. Dengan demikian prinsip pokok yang ingin diterapkan dalam pelayanan terstruktur, tidak hanya mengutamakan pelayanan kesehatan yang baik, tetapi juga terhadap aspek keterjangkauan secara finansial oleh masyarakat, yakni melalui penerapan prinsip serta mekanisme pengendalian biaya yang telah ditetapkan.
Dan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik di dalam suatu negara, diperlukan pemerintahan demokratis dan good governance, yang memberikan ruang partisipasi bagi berbagai elemen masyatakat untuk ikut merumuskan apa yang terbaik bagi kesehatan diri dan bangsanya.
Billahit taufik walhidyah
Penulis adalah Ketua Umum PB. Ikatan Dokter Indonesia, 2012-2015 dan Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS)