Kolom Fiam Mustamin
SUATU waktu di usia sekolah rakyat di dusun, ibunda (indo) berceritera tantang kelahiran putra keduanya berselang satu tahun mendiang putra pertamanya.
Dusun itu adalah kawasan lembah wanua pegunungan leluhur ibunda sekitar awal tahun 1950 an.
Subuh menjelang fajar di pedusunan yang sunyi itu, ibunda merasakan sakit di perutnya lalu menghela nafas dan meluncur keluar orok ke papan bambu/ salima.
Orok itu melesat ke sela papan bambu dan terjatuh bersama ari
-ari/erungnya ke kolong rumah. Seketika itu orok menangis keras melengking memecah keheningan di subuh dan membangunkan ibu tua / nenek dengan spontan bangun langsung turun ke kolong rumah untuk membopong orok ke atas rumah.
Sesaat orok itu dibaringkan di atas tikar anyaman daun pandan, lalu memotong ari-ari dengan sembilu bambu dan disimpan di wadah loyang dari tanah liat yang disebut oring tana orang Bugis menyebutnya.
Setelah itu orok diberikan ke ibunda untuk disusuinya. Sebelum itu kebiasaan di dusun, ibunda mengoleskan madu lebah di seputar puting susunya baru menyusui oroknya.
Ibu tua di rumah itu menyiapkan ramuan ramuan untuk minuman dan mandi ibunda.
Di hari itu juga ibunda orok sudah melakukan kerja memasak di dapur sementara ayah/ambo sedang di gunung untuk mengumpulkan perbekalan dari hasil bumi yang ditanam di lereng lereng perkebunan.
Akika ( Mappano Lolo )
TRADISI itu sudah membudaya turun menurun di komunitas Bugis.
Akika dipersiapkan sejak kehamilan untuk mengumpulkan perlengkapan/ kebutuhan dalam menyongsong
kelahiran bayi.
Pada hari ke tujuh atau minggu kedua kelahiran, mengundang para kerabat dan tetua yang biasa memimpin Barasanji/ doa salawatan sebagai wujud kesyukuran dan kegembiraan atas kehadiran jabang bayi.
Bersamaan dengan momen Barasanji menyematkan nama dan memotong rambut bayi.
Momen itu begitu mengharukan bagi ke luarga tanda kesyukuran kepada Allah Subhanahu Wataala.
Saya selalu merindukan kehadiran Barasanji di tengah kerabat saat Akika, Maulid Nabi dan Malam Mappaci/ Pacar untuk perhelatan pernikahan.
Di saat itu pula dapat menghidupkan ingatan kenangan kepada orangtua, guru-guru mengaji dan sekolah serta sanak keluarga yang telah berpulang mendahului, Alfatiha aamiin yaa Allah.
Legolego Ciliwung 16 Juni 2024.