Kolom Bambang Oeban
Di gedung megah mewah bertingkat-tingkat, telah dipenuhi tawa semu, bukan debat yang terdengar, melainkan lawakan murahan, janji manis jadi menu tradisi basi, Kebijakan berubah jadi bahan baku parodi.
Jika pelawak naik kursi kuasa, maka negeri perlu Kementerian Perlawakan, supaya anggaran tak bocor lewat guyonan, dan nasib rakyat tak jadi bahan tepuk tangan,
Menteri Perlawakan akan buat rapat, bukan membahas beras atau harga minyak, tapi siapa paling lucu di panggung sidang Sementara rakyat menunggu nasib di luar gedung, negara jangan jadi panggung ketoprak, Di mana serius hanya jadi selipan iklan.
Apakah kita butuh tawa untuk menutup luka? Atau justru duka yang dipoles jadi komedi politik?
Jika panggung rakyat dikuasai para pelawak atau para badut berdasi, maka tangisan bangsa hanya jadi efek suara, Dan demokrasi, ah, tinggal sandiwara tanpa sutradara. Sementara Sang Maha Sutradara dinyinyiri, dirayu, diajak bersttategi, main petak umpat, berlabirin, menyelamatkan uang sampingan, tak mau dibilang koruptor, lebih bangga disebut Komeditor.
Sidang paripurna isinya stand up comedy, Ketua DPR bawa mic, bukan palu sidang lagi. Yang ditanya APBN, jawabannya pantun receh …
“Kalau gaji naik, rakyat jangan protes, tapi daftarkan diri ikutan jadi anggota DPR, supaya merasakan enak dan bahagianya dihujat rakyat”
Menteri Perlawakan resmi dilantik,
Tugasnya bikin humor agar rakyat tak panik. Subsidi dicabut? bilang saja bercanda, Utang negara? Anggapan saja itu bagian dari pertunjukan lawak di pasar kaki lima. Dan sekiranya rakyat lapar digelak tawa ditutupi, Jalan rusak? dijadikan parodi.
Yang penting ngakak, meski perut keroncongan, lucu di atas panggung, sengsara di lapangan.
Jika negeri dijalankan ala lawakan,
Maka tragedi jadi hiburan, Dan demokrasi berubah channel hiburan malam, Tanpa skrip, tanpa solusi—cuma ketawa colongan.
Padahal, Negeri tak terlalu butuh panggung para pelawak atau para badut berdasi, Rakyat ingin nasi, bukan komedi basi.
Jika semua dijawab dengan tawa,
maka duka bangsa hanyalah seloroh tanpa makna. Sedangkan negeri dibangun oleh masa lalu, tidak dalam festival atau parade pelawak yang ditinggalkan kelucuan dan menjenuhkan!
Dari Timur Bekasi
Selasa, 02 Sept 2025
14.04