PINISI.co.id- Modal dasar perempuan Bugis Makassar selagi merantau, selain menjaga harkat diri, juga tak kalah penting adalah ‘keberanian’, hal yang lazim dan dimiliki oleh kaum lelaki. Paling tidak itu melekat pada diri Novi, perempuan kelahiran 1978 di Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Novi yang bernama lengkap Novida Handayani, adalah sulung dari enam bersaudara.
Kawasan Galesong, adalah asal daerah Karaeng Galesong yang malang melintang dalam berbagai peperangan bersejarah melawan kompeni di Jawa.
Adalah Novi, putri Galesong agaknya mewarisi keberanian Karaeng Galesong. Betapa tidak, di mana Novi bermukim, mengikuti sang suami, Anton Hendro Laksano — seorang profesional yang banyak membangun proyek PLN dari Papua, Sumatra, Sulawesi hingga Jawa; ia selalu menyempatkan waktu untuk melatih ilmu bela diri kepada sebagian karyawan tempat suaminya bertugas. “Juga saya melatih untuk warga setempat,” katanya menambahkan.
Kini, meski baru dua tahun nenetap di Jepara, Jawa Tengah, Novi setiap pekan membagi ilmu bela diri karate kepada 15 murid. “Banyak anak-anak Bugis Makassar yang saya latih karate tanpa bayaran,” katanya.
Sebelumnya di Lombok, ia juga mengajar karate kepada 27 orang. Novi beralasan bahwa ilmu bela diri adalah pelindung diri.
Meski ia perempuan, keberaniannya pada titik tertentu melebihi kaum pria. Memang dari gesturnya, Novi tampak maskulin.
Di Jepara, pernah seorang pria kenalannya dikroyok, sehingga membuat Novi geregetan dan terusik. Darah Novi serta merta membuncah dan ia segera menantang para pengroyok berduel tapi tak ada satu pun yang berani meladeni tawaran duel Novi.
“Saya tidak tahan jika ada orang yang ditindas semena-mena,” kata Novi.
Sekilas wajahnya dan kulitnya yang kuning langsat menyangka ia bukan orang Makasar, padahal di darahnya komplet mengalir darah Takalar dan Mandar. Di Galesong ia disapa Daeng Bau. “Dikira saya orang Manado,” katanya terkekeh kepada PINISI.co.id.
Jago Silat
Ilmu bela diri diperoleh dari ayahnya, seorang nelayan di Galesong yang juga adalah guru pencak silat.
Tak heran sejak bocah Novi sudah piawai memainkan juru-jurus silat. Kala remaja, ibu tiga orang anak ini lalu mendalami karate di INKAI, kemudian belajar takewondo, terus ke LEMKARI, dan kini kembali lagi ke pencak silat.
“Karate adalah olahraga yang menyatukan tiga hal yakni pikiran, tubuh dan jiwa,” katanya.
Menurut Novi, ilmu bela diri yang ia pelajari bukan untuk mengejar popularitas atau meraih prestasi, namun, semata-mata untuk membela diri, sebagaimana generik ilmu bela diri. Karena itu, ia tak pernah mengikuti kejuaraan karate, kecuali waktu ia remaja. Namun, tidak sedikit muridnya kerap sebagai pemenang karate tingkat lokal dan daerah.
Itulah sebabnya, saat tinggal di Jakarta, sekali peristiwa Novi berbelanja di Tanah Abang, dan dalam satu gerakan ia hendak dicopet. Dengan spontan dan gerak cepat ia berhasil membekuk si copet hingga tak berdaya. Teman-teman pencopet alhasil lari lintang pukang.
Dan yang membuat darahnya mendidih, pernah di Lombok, NTB, seorang anak yatim diperkosa hingga membikin anak trauma berkepanjangan. Terdorong oleh itu, Novi mengumpulkan anak-anak perempuan juga diikuti anak lelaki untuk dilatih karate. “Biar kalau ada pemerkosa lagi, langsung hajar dengan pukulan atau tendangan supaya kapok,” ucapnya.
Well, ke manapun pergi, Novi selalu awas dan menjaga diri. Ciatttt! [Lip]