Salahuddin Alam, Maraja Nawanawa (Berpikiran Besar) dan Pergerakan Senyapnya

0
37
- Advertisement -

 

Kolom Fiam Mustamin

Judul ini sesungguhnya simbolis, sebuah terjemahan dari laku seorang sosok yang akan saya uraikan. Untuk menuliskannya dengan lebih lengkap, saya merasa perlu kembali menemuinya, sekadar mengonfirmasi ingatan bertahun-tahun silam saat kami bersama menghadiri Munas I Partai Demokrat di Bali, dengan misi yang kala itu ia perjuangkan. Di sanalah terlihat jelas bagaimana kedekatannya dengan para petinggi partai berlambang Mercy tersebut.

Setelah peristiwa itu, kami cukup lama tidak berjumpa. Di Sekretariat Institut Lembang Sembilan, saya sempat menduga bahwa Alam, dengan semangat dan gagasan besarnya tengah menjalani semacam tapa, menyepi, dan menutup jalur komunikasi.

Namun dugaan itu terjawab ketika saya kembali bertemu dengannya pada Mubes XII KKSS di Hotel Claro Makassar, awal April 2025. Pertemuan itu seakan menjadi ruang konfirmasi diam-diam atas apa yang akan dilakukan ke depan. Tidak perlu saya verbalkan; gestur dan lakonnya sudah cukup menjelaskan apa yang sedang bersemayam dalam hati dan pikirannya.

Lalu, pada awal Juni 2025, saya mendapati sosok itu kembali hadir dengan kesibukan luar biasa di panggung pengukuhan Pengurus BPP KKSS periode 2025–2030 oleh Ketua Umum BPP KKSS, Andi Amran Sulaiman.

Salahuddin Alam, sosok kreatif itu, kini mengemban amanah sebagai salah satu Wakil Sekjen Bidang Seni Budaya dan Lintas Etnis, posisi yang selaras dengan disiplin ilmunya di Universitas Hasanuddin. Di almamater yang sama, ia juga menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif IKA UNHAS, dengan Ketua Umum Andi Amran Sulaiman.

Jabatan Sekretaris Eksekutif bukan sembarang posisi. Ia diperuntukkan bagi mereka yang paripurna dalam pengetahuan dan aktivitas, terutama dalam tata kelola administratif. Dalam analogi sederhana, peran itu dapat disamakan dengan posisi “Perdana Menteri” dalam sebuah pemerintahan bergaya kerajaan.

Anugrah Budaya

Dari perjalanan akademik dan kiprahnya, saya menyematkan pula gelar Anugrah Budaya sebagai Pammase: Maraja Nawanawa, yang dalam tafsiran lontara bermakna keluasan cita-cita yang dipikirkan untuk diwujudkan. Pemahaman ini bersifat naluriah bagi seseorang yang terbiasa merenung dan memaknai setiap tindakan.

Selain itu, karena ia lahir di tanah  Bantaeng, saya menganugerahinya gelar Bonto, serta gelar kearifan Ammato dan Gallarang. Kita memang perlu menghidupkan kembali sebutan-sebutan pewaris peradaban leluhur, sekaligus mengaktualisasikannya dalam konteks zaman ini.

Bahwa di daerah lain dikenal dengan nama gelaran untuk orang cendekia/To Acca ; Kajao, Arung, Matoa, Paddanreng, Sulewsatang dan Pabbicara dan Panrita agama dengan gelaran Tuanta dan Andre Guru/Tuan Guru.

Semoga tulisan ini bermakna, mabbarakka. Aamiin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here