Muktamar Muhammadiyah Mulia, Bisa Jadi Pertanggungjawaban Akhiratnya Mulia

0
309
- Advertisement -

Kolom Muara (Muhammad Abduh Rachman)

Sejarah organisasi Muhammadiyah dalam menjalankan amanah Muktamar (musyawarah) ke 48, jutaan orang di seluruh penjuru Nusantara dan bisa di penjuru dunia yang mencermati, melihat dan mendengar apa yang dihasilkan Muktamar Ormas Muhammadiyah yang ke 48. Apakah akan terjadi gesekan halus atau gesekan kasarkah ataukah kebablasan dalam artian hembusan dan isu gap, suara punya nilai, ataukah diintervensi?

Ternyata tak nampak. Mereka menunjukkan yang sejatinya musyawarah itu adalah penyatuan pendapat yang mulia dan berakhlak dan bisa dipertanggungjawabkan dunia wal Akherat.

Pilihan tempat yang sakral dilakukan sidang peleno di auditorium universitas Muhammadiyah Surakarta yang beberapa orang mengklaim bahwa ini adalah Auditorium is the best di dataran wilayah Jawa Tengah.

Berbondong bondong puluhan ribu sampai ratusan ribu manusia dengan kepentingan yang sama dan pikiran dan asumsi yang bisa berbeda datang dengan status yang luar biasa yakni status anti kesedihan (penggembira). Tentunya bukan penentu dalam muktamar tetapi bagian dari spirit dan mereka secara terdidik dan manusiawi — info yang diterima tidak ada sampah di tengah puluhan ribu massa, tidak teriakan besar dari mereka apa lagi gesekan dorong mendorong. Sangat jauh dari apa yang biasa kita lihat ketika adanya musyawarah besar.

- Advertisement -

Sebuah perhelatan yang memberikan rekam jejak yang bagus untuk generasi kita akan datang sebagai bukti cinta kepada NKRI ini tanpa melakukan hiruk pikuk dan saling menyakiti yang membuat kita risau kepada diri kita sendiri dan apa yang kita lihat di depan mata secara vulgar.

Sistim penjaringan mereka dari bawah awal dari seleksi ketat untuk tidak mengikut sertakan orang yang terselubung mampu mendeteksi dengan AD/ART yang matang, teruji dan terseleksi.

Akan halnya Majelis Tanwir juga bagian dari kunci kemenangan ukhuwah, yang memilih angka 13 sebagai lambang dekramatisasi, yang banyak orang beranggapan itu angka sial. Dan fakta tak terbantahkan Muhammadiyah Anti Sial.

Belum lagi sistim pemilihan secara e-voting walaupun belum sepenuhnya komputerisasi tetapi ini pertama kalinya digunakan sistem yang berkemajuan tidak lagi memakai kertas dan pulpen seperti zaman dahulu di mana televisi masih hitam putih. Pada kenyataannya peserta tetap memasuki bilik untuk menjamin kerahasiaan, tinggal klik untuk memilih.

Beberapa bilik disediakan sehingga cepat sekali untuk dapat diakumulasi dalam tabulasi suara sehingga terpilih lah 13 nama, yang kemudian 13 nama itu bersidang dan dala 13 nama itu ikut Prof Dr Haedar Nashir sehingga atmosfir sidang tersebut beliau dapat menguasai. Alhamdulillah Prof Dr Haedar Nashir terpilih kembali (bahasa Makassar oppoki’).

Alhamdulillah, isu adanya kubu-kubu an, danya intervensi kekuasaan, adanya suara berupiah, ternyata hanya berujung hoax. Sebaiknya kita belajar dari Muhammadiyah bagaimana bermuktamar dengan mulia yang dapat di pertanggung jawabkan dunia wal AKHERAT.

Jelang sholat Isya di salah satu masjid di Kota Makassar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here